Saturday, October 26, 2019

Minggu ke-V

Sejatinya minggu ini adalah minggu ke-VI namun minggu lalu bertepatan dengan wisuda sehingga pihak kampus meliburkan semua perkuliahan di hari sabtu. Ada alternatif untuk pindah sementara ke gedung Tempo namun akan sulit karena mungkin ruang kelas yang terbatas sehingga diputuskan untuk diliburkan.

Saya berangkat lebih awal dari biasanya karena minggu ini, pak F yang  mengisi kuliah di jam pertama sedangkan beliau sebelumnya sudah membuat komitmen bahwa mahasiswa yang telat maksimal setengah jam, sudah tidak diperkenankan masuk ke ruang kuliah.

Saya tiba di kampus jam tujuh kurang lima. Tiba di kelas, hanya ada beberapa teman mahasiswi yang sedang bergerombol bercerita, entah apa. Saya memutuskan mengajak salah satu kawan dari Flores ke kantin untuk ngopi bareng. Berhubung dia juga belum sarapan sehingga menerima ajakanku. Saya membeli kopi instan dan dia membeli kopi hitam dan beberapa jajanan, belum sarapan, katanya.

Kami hanya sekitar 5 menit duduk di kantin kemudian kembali ke kelas. Pak F sudah di dalam kelas namun baru menyiapkan bahan presentasi. Saya memilih duduk di sisi kanan baris ketiga yang menurutku ideal untuk menyimak kuliah.

Pak F memulai kuliahnya seperti biasanya. Dia mengkombinasikan teori dengan pengalamannya selama menjadi Diplomat. Maklum dia lama bergelut di dunia praktisi diplomasi. 

Pelajaran dari pak F adalah bagaimana kita mengartikan sebuah relasi. Dia menceritakan bahwa setiap bertemu dengan orang baru dan bertukar kartu nama maka dia akan menulis di belakang kartu nama tempat dan tanggal mereka pertama kali bertemu. Cara ini diadaptasi oleh pak F dari seorang kenalannya orang Jepang. Pak F menyelesaikan kuliahnya tepat setengah 10.

Kuliah berikutnya dipindahkan ke Aula Nurcholis Madjid karena ada kuliah umum tentang Tambang Nikel yang dibawakan oleh praktisi.

Saya mengikuti kuliah umum tersebut dengan banyak pertentangan. Bagaimana tidak, semua pemateri membawakan materi dengan mengunggulkan investasi di bidang tambang khususnya Nikel tanpa berani mengeksplorasi lebih jauh terkait dampak negatif. 
Bahkan salah satu pemateri yang membuatku mual ketika dia meremehkan aksi protes. Katanya salah satu hambatan di daerah tambang karena adanya demo dari kalangan LSM dan masyarakat dan menurutnya demo tersebut terjadi karena mereka belum dapat jatah makan. luar biasa pernyataan yang sangat melecehkan.

Kuliah tersebut juga seakan-akan mencoba untuk menarasikan bahwa investasi dari Cina itu baik dari semua sisi. Bahkan mereka mencoba untuk melunakkan hati audiens bahwa para pekerja dari Cina sebenarnya tidak terlalu banyak. Si ibu pemateri yang melecehkan gerakan protes juga mencoba untuk menyakinkan kita bahwa kehidupan pekerja TKA Cina di tambang nikel Morowali lebih menyedihkan karena mereka tidak mendapatkan libur sedangkan tenaga kerja Indonesia masih dapat libur, ilustrasi yang memuakkan.

Kuliah umum selesai jam 12. Kuliah ketiga yang seharusnya dilaksanakan jam 1, ternyata batal karena dosennya mendapat musibah. isterinya tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit.

26 Oktober 2019

Saturday, October 19, 2019

Narrative Research

Mata Kuliah Metodologi Penelitian HI
Dipandu: BY
 
Penelitian Naratif sangat personal.
  • If someone want to know who you are, what do you do?
  • what do you usually tell people?
  • when you experiencing something, how do you make sense it?
Penelitian naratif sangat subjektif. Karakter utama dalam penelitian naratif yang paling sulit adalah empati karena inti naratif adalah mendengarkan namun manusia pada dasarnya sangat sulit jika disuruh mendengarkan.
 
Penelitian Naratif - non positivistik - Metodologi kualitatif
 
Dalam penelitian naratif, yang harus diperhatikan atau dicek oleh peneliti adalah bukan kebenaran yang disampaikan oleh subjek namun yang harus dipastikan adalah kenapa si subjek tersebut mengatakan kebenaran atau dengan kata lain, kebenaran dibalik informasi yang didapatkan.
 
Dimensi power
  • Winning the conflict - Realism
  • Limiting the alternative - Liberalism
  • Shaping the normative - Gramsci
3 layers of analysis dalam penelitian naratif
  • Text (Medium)
  • Story (Presentation)
  • Fabula (Content) 

Saturday, October 12, 2019

Minggu Ke-IV

Seperti minggu-minggu sebelumnya, saya agak terburu-buru berangkat ke kampus pagi ini. Bagaimana tidak, jam 7 kurang 15 menit yang berarti bahwa saya hanya butuh maksimal 15 menit menempuh perjalanan dari rumah ke kampus dengan jarak sekitar kurang lebih 10 km. Untungnya, sepanjang jalan dari Buncit ke Mampang agak longgar di hari Sabtu.

Saya mengendarai motor dengan kecepatan yang lumayan kencang. Tidak ada hambatan yang berarti sehingga saya tiba di parkiran kampus tepat jam 7 lebih 1 menit. Ini berarti bahwa kemungkinan besar dosen belum masuk kelas. benar saja, ketika saya masuk di ruangan A.207 lantai 2, Bu Direktur sebagai dosen pengampu belum datang, saya hanya menjumpai beberapa teman yang sedang bercengkerama di kelas sambil mengakrabkan diri dengan yang lain. Memang kelas ini sangat unik karena di pertemuan ke-4, kelas ini serasa belum cair bahkan saya sendiri belum mengenal semua teman sekelas bahkan di antara semua teman perempuan, hanya 1 yang saya kenal namanya karena dia ketua kelas, yang lain hanya kenal muka. haha.

Sekitar 15 menit kemudian, dosen Pengampu mata kuliah nongol di kelas dengan menenteng laptop. Sambil tergopoh-gopoh, dia minta maaf karena sedikit terlambat. Dia berdalih bahwa sudah datang sebelum jam 7 namun karena kebiasaan ngopi di pagi hari membuatnya harus menuntaskan rutinitasnya sebelum masuk kelas. Dia lulusan S3 Jerman, sudah 2 pertemuan menggantikan Pak Freddy sebagai dosen di mata kuliah Diplomasi.

Kali ini, dia menjelaskan tentang paradigma Liberalisme dan Konstruktivisme. saya belum pernah membaca tulisan-tulisannya di media namun menurut bisik-bisik dari teman bahwa si dosen sangat Konstruktivis dalam berbagai banyak hal. Entahlah, saya harus membaca tulisannya sebelum memahami bagaimana dia dikenal sebagai seorang Konstruktivis.

Di pertengahan kuliah, saya bertanya sedikit tentang bagaimana posisi kita sebagai individu memandang fenomena melalui kacamata paradigma. Apakah kita hanya sebagai pengamat yang memandang isu dengan kesesuaian paradigma yang ada ataukah kita harus menarik garis untuk berpihak pada salah satu paradigma sebagai tanggung jawab moral untuk memandang fenomana, karena jika kita hanya memandang fenomana sebagai seorang pengamat maka ilmu seakan sangat bebas nilai? 
Dia menjelaskan bahwa paradigma digunakan untuk menganalisis peristiwa yang terjadi sesuai dengan pandangan paradigma yang ada. Contohnya paradigma Liberalisme sulit menjelaskan peristiwa ketika USA menginvasi Irak karena menurut Liberalisme bahwa negara harus bekerja sama namun kenapa masih ada perang.

Setengah 10, dia menyelesaikan kelas hari ini. Hanya butuh waktu sekitar 15 menit untuk istirahat yang akan dilanjutkan dengan mata kuliah Metode Penelitian dalam HI yang dipandu oleh mas Ben di ruang A201.

Tepat jam 10, dia sudah masuk di kelas. Kali ini dia tidak terlalu banyak menjelaskan tentang paradigma sebagaimana pertemuan sebelumnya. Dia lebih banyak mengeksplorasi Reading Skill. Dia menjelaskan banyak hal tentang membaca bukan sebagai sebuah kesenangan namun sebagai sebuah passion.

Kelas mas Ben juga bubar lebih cepat dari biasanya sehingga kami punya banyak waktu isitirahat sebelum dilanjutkan dengan mata kuliah Ekonomi Pasar yang dipandu oleh pak T.

Jam 1 siang, kuliah si dosen sudah dimulai. Sebenarnya beliau tidak terlalu membosankan dalam proses belajar namun saya selalu tidak berhasil mengalahkan rasa kantuk yang menyerang di jam tidur siang. Beberapa kali saya menguap untuk tetap menahan mata agar tidak tertidur.

Pak T sering menjelaskan mekanisme ekonomi yang dipengaruhi oleh politik dari hal-hal kecil. Beliau menarik kita ke dalam logika sederhana bagaimana menahan laju kapitalisasi ekonomi yang sangat pesat. Misalnya saran untuk menanam apa saja yang bisa ditanam di dekat rumah, memelihara ayam atau hal sederhana lainnya yang membuat kita berdaulat atas diri sendiri.

Pak T mengakhiri kuliahnya setengah 4 kurang 15 menit, ini berarti pertarungan saya dengan rasa kantuk berakhir.

Universitas Paramadina, 12 Oktober 2019

Revolusi Harapan

Erich Fromm menulis buku ini dengan intensi untuk menemukan solusi atas keadaan Amerika Serikat sekitar tahun 1968.  Solusi yang dia maksudk...