Monday, May 18, 2020

Filsafat Ilmu

Kumpulan beberapa tulisan tentang Filsafat Ilmu. intisari yang saya anggap penting untuk saya ketahui.

Dalam memahami suatu pengetahuan diperlukan sebuah pendekatan, hal ini terkait jenis pengetahuan itu sendiri yaitu pengetahuan rasional (melalui penalaran rasional), pengetahuan empiris (melalui pengalaman konkrit), dan pengetahuan intuitif (melalui perasaan secara individu). Sehinga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil tau manusia atas kerjasama antara subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui.

Beberapa teori pendekatan mengenai kebenaran, berikut ini contoh tiga kriteria kebenaran:

1. Teori Koherensi yaitu suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Misalnya bila kita menganggap bahwa, "semua manusia pasti akan mati" adalah suatu pernyataan benar maka pernyataan bahwa, "si polan adalah seorang manusia dan si polan pasti akan mati" adalah benar pula karena kedua pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama
2. Teori Korespondensi yang ditemukan oleh Bertrand Russell (1872-1970). Suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Misalnya jika seseorang mengatakan bahwa ibukota republik Indonesia adalah Jakarta maka pernyataan tersebut adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat faktual yakni Jakarta yang memang menjadi ibukota republik Indonesia.
3. Teori Pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Pierce (1839-1914). Suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.Misalnya jika orang menyatakan sebuah teori X dalam pendidikan, dan dengan teori X tersebut dikembangkan teknik Y dalam meningkatkan kemampuan belajar, maka teori X itu dianggap benar sebab teori X ini fungsional dan mempunyai kegunaan. (Hal. 7, Jujun S Suriasumantri)

ilmu dibangun berdasarkan metode ilmiah yang bersifat objektif, ada aturan atau prosedur eksplisit yang mengikat; bersifat empiris karena dapat dibuktikan, diketahui dan diukur; dapat menjelaskan dan memprediksi peristiwa dalam bidang ilmunya
Tidak semua pengetahun dapat dikatakan ilmu, sebeb kalau semua pengetahuan dikatakan ilmu tentu banyak yang bisa dikatakan ilmu, karena pengetahuan itu sifatnya baru sebatas tahu, akan tetapi sebaliknya semua ilmu adalah pengetahuan, akan tetapi yang dikatakan ilmu adalah pengetahuan yang di susun secara sistematis, memiliki metode dan berdiri sendiri, tidak memihak kepada sesuatu. (Pirhat Abbas, “Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama)
Ashley Montaque merumuskan ilmu pengetahuan itu adalah: Science is a systemazed knowledge derived from observation, study and experimentation carried on order to determine the nature or principles of the what being studied (Ilmu adalah suatu susunan pengetahuan yang diperoleh dari observasi atau pengamatan, studi dan percobaan yang membawa kepada untuk menentukan sifat-sifat dari prinsip-prinsip atau dasar-dasar dari apa yang sedang dipelajari).
Ilmu pengetahuan (science) itu mengandung tiga kategori isi, yaitu hipotesa, teori, dan dalil hukum.18 Hipotesa terhadap sesuatu itu bisa benar dan bisa salah, karena sifatnya sementara, belum permanen. Untuk menentu benar atau salahnya sesuatu adalah melalui teori-teori yang dinagunkan untuk itu, serta
hal itu harus berdasarkan dalil-dalil atau kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Hipotesa adalah dugaan pemikiran berdasarkan sejumlah data. Hipotesa adalah sesuatu usaha untuk memberikan arah kepada penelitian dalam menghimpun data.

Dalam filsafat barat secara sistematis terbagi menjadi tiga bagian besar yakni: (a) bagian filsafat yang mengkaji tentang ada (being), (b) bidang filsafat yang mengkaji pengetahuan (epistimologi dalam arti luas), (c) bidang filsafat yang mengkaji nilai-nilai menentukan apa yang seharusnya dilakukan manusia (aksiologi). (Paham Ginting & Syafrizal H, Hal 6)
Majid Fakhri cenderung mengangap filsafat Islam sebagai mata rantai yang menghubungkan Yunani dengan Eropa modern. Kecenderungan ini disebut europosentris yang berpendapat filsafat Islam telah berakhir sejak kematian Ibn Rusyd.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat pengetahuan yang ilmiah dan tak-ilmiah.
Pengetahuan Manusia
 Pengetahuan  Obyek Paradigma  Metode  Kriteria
 Sains    Empiris Sains Metode Ilmiah Rasional empiris
 Filsafat Abstrak Rasional rasional Metode rasional Rasional
 Mistis  Abstark suprarasional Mistis Latihan  percaya Latihan  percaya

Bacon adalah pemikir yang seolah-olah meloncat keluar dari zamannya dengan melihat perintis filsafat ilmu. Ungkapan Bacon yang terkenal adalah Knowledge is Power (Pengetahuan adalah kekuasaan). Ada tiga contoh yang dapat membuktikan pernyataan ini, yaitu: mesin menghasilkan kemenangan dan perang modern, kompas memungkinkan manusia mengarungi lautan, percetakan yang mempercepat penyebaran ilmu.
fakta mempunyai peranan dalam pijakan, formulasi dan penjelasan teori, dengan perincian sebagai berikut:
1. Fakta memulai teori: teori berpijak pada satu-dua fakta hasil penemuan (discovery); kadang-kadang dari fakta hasil penemuan yang tidak disengaja (secara kebetulan: “serendipity pattern”).
- Penemuan cendawan penicillium yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri penicilin;
- Keluarnya cairan pankreas anjing menunjukkan simton diabetes;
- Radium akan menyingkapkan cahaya film bila ditembuskan pada obyek yang tidak tembus cahaya; dan lain-lain.
Penemuan-penemuan tersebut mengembangkan teori/ilmu.
2. Fakta menolak dan mereformulasi teori yang telah ada: bila ada fakta yang belum terjelaskan oleh teori, kita dapat menolak ataupun mereformulasi teori itu sedemikian rupa sehingga dapat menjelaskan fakta tersebut.
3. “Facts redefine and clarity theory”: fakta-fakta dapat mendefenisikan kembali atau memperjelas defenisi-defenisi yang ada dalam teori
Proposisi adalah pernyataan yang berkaitan dengan hubungan antara konsep-konsep yang ada dan pernyataan dari hubungan universal antara kejadian-kejadian yang memiliki karakteristik tertentu. Konsep adalah sejumlah pengertian atau karakteristik yang dikaitkan dengan peristiwa, obyek, kondisi situasi, dan perilaku tertentu. Proposisi merupakan unit terkecil dari pemikiran yang mengandung maksud. (hal 41)
Proposisi berbeda dengan defenisi. Jika defenisi menjawab pertanyaan apa, maka proposisi menjawab pertanyaan mengapa.
pekerjaan induktif ini dimulai dari hal-hal yang khusus (particular) yang terpikirkan sebagai kelas dari suatu fenomena, menuju kepada generalisasi-generalisasi. Prinsip induktif yang menjadi pegangan ialah: “jika sejumlah besar A (fakta-fakta dan suatu fenomena) diamati pada variasi kondisi yang luas, dan ternyata semua A yang diamati itu menunjukkan adanya sifat B, maka semua A (termasuk yang tidak diamati) akan memiliki sifat B pula”. Secara general dinyatakan bahwa “semua A memiliki sifat B”.
Kebalikan dari berpikir induktif ialah berpikir deduktif. Pekerjaannya berangkat dari hal yang umum (dari induksi/teori/dalil/hukum) kepada hal-hal yang khusus (particular). Prinsip dasarnya ialah “segala yang dipandang benar pada semua peristiwa dalam satu kelas/jenis, berlaku pula sebagai hal yang benar pada semua peristiwa yang terjadi pada hal yang khusus, asal hal yang khusus ini benar-benar merupakan bagian/unsur dari hal yang umum itu”. Penalaran deduktif biasanya mempergunakan silogisme dalam menarik kesimpulannya itu. Silogisme adalah suatu argumentasi yang terdiri dari tiga buah proposisi. Proposisi yang pertama disebut premis major; yang kedua disebut premis minor; dan yang ketiga disebut konklusi/konsekuen/kesimpulan.

Bab III Metode Ilmiah

Note: semua sempalan kalimat di atas disalin dari 3 sumber yang saya cantumkan di bawah ini. tidak ada pendapat pribadi saya di tulisan ini.
Sumber:
FILSAFAT ILMU, Studi Kasus: Telaah Buku Filasafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer), oleh Jujun S. Suriasumantri.

Filsafat Ilmu dan Metode Riset, Paham Ginting & Syafrizal Helmi Situmorang, 2008

HUBUNGAN FILSAFAT, ILMU, DAN AGAMA, PIRHAT ABBAS

Sunday, May 17, 2020

International Relations Theory (Bagian I)


Judul : International Relations Theory

Edited by : Stephen McGlinchey, Rosie Walters, & Christian Scheinpflug

Halaman : 152

Cetakan : 2017

ISBN : 978-1-910814-19-2 (paperback)

ISBN : 978-1-910814-20-8 (e-book)

Penerbit : www.E-IR.info. Bristol, England





Ebook yang saya downlaod dari E-IR. Edited by Stephen Mcglinchey, Rosie Walters & Christian Scheinpflug. ada dua bagian yaitu Bagian I Teori-teori yang sudah mapan (Established Theory) bagian ini terdiri dari 10 tulisan. bagian I mengenai Expansion Pack (Pengembangan Teori) terdiri dari 10 tulisan.

Bagian I 
Established Theory

1. Realism
by. Sandrina Aantunes & Isabel Camisao

Asumsi-asumsi dalam Realisme antara lain:

a. the nation-state (usually abbreviated to ‘state’) is the principle actor in international relations. Other bodies exist, such as individuals and organisations, but their power is limited.

 b. the state is a unitary actor. National interests, especially in times of war, lead the state to speak and act with one voice.

 c. decision-makers are rational actors in the sense that rational decision-making leads to the pursuit of the national interest. Perhaps this is why war has been so common throughout recorded history. Since individuals are organised into states, human nature impacts on state behaviour.

Realists believe that our selfishness, our appetite for power and our inability to trust others leads to predictable outcomes.

In Machiavelli’s view, rulers obey the ‘ethics of responsibility’ rather than the conventional religious morality that guides the average citizen – that is, they should be good when they can, but they must also be willing to use violence when necessary to guarantee the survival of the state.

Morgenthau set out an approach that emphasised power over morality. Indeed, morality was portrayed as some-thing that should be avoided in policymaking. In Morgenthau’s account, every political action is directed towards keeping, increasing or demonstrating power. The thinking is that policies based on morality or idealism can lead to weakness. 

In Theory of International Politics (1979), Kenneth Waltz modernised IR theory by moving realism away from its unprovable (albeit persuasive). His theoretical contribution was termed ‘neorealism’ or ‘structural realism’ because he emphasised the notion of ‘structure’ in his explanation. Rather than a state’s decisions and actions being based on human nature. 

Realism is a theory that claims to explain the reality of international politics. It emphasises the constraints on politics that result from humankind’s egoistic nature and the absence of a central authority above the state. For realists, the highest goal is the survival of the state, which explains why states’ actions are judged according to the ethics of responsibility rather than by moral principles.


2. Liberalism
by. Jeffrey W Meiser

Liberalism is based on the moral argument that ensuring the right of an individual person to life, liberty and property is the highest goal of government. the main concern of liberalism is to construct institutions that protect individual freedom by limiting and checking political power.

while democracies are unlikely to go to war with one another, some scholarship suggests that they are likely to be aggressive toward non-democracies – such as when the United States went to war with Iraq in 2003.

liberal norms are anti-statism (a belief that the power of the government should be limited) and anti-imperialism (a belief that conquest of foreign peoples is wrong). A core argument of liberalism is that concentrations of unaccountable violent power are the fundamental threat to individual liberty and must be restrained. The primary means of restraining power are institutions and norms at both domestic and international level. At the international level institutions and organisations limit the power of states by fostering cooperation and providing a means for imposing costs on states that violate international agreements.

 3. The English School

by. Yannis A. Stivachtis

The English school is built around three key concepts: international system, international society and world society.

Hedley Bull (1977, 9–10) defined the international system as being formed ‘when two or more states have sufficient contact between them, and have sufficient impact on one another’s decisions to cause them to behave as parts of a whole.’ According to this definition, the international system is mainly about power politics among states whose actions are conditioned by the structure of international anarchy. world society is more fundamental than international society because ‘the ultimate units of the great society of all mankind are not states … but individual human beings’ (Bull 1977, 21). Thus, world society transcends the state system and takes individ-uals, non-state actors and ultimately the global population as the focus of global societal identities and arrangements.


 4. Constructivism

By. Sabrina Theys

 Constructivism sees the world, and what we can know about the world, as socially constructed.

Alexander Wendt (1995) offers an excellent example that illustrates the social construction of reality when he explains that 500 British nuclear weapons are less threatening to the United States than five North Korean nuclear weapons. These identifications are not caused by the nuclear weapons (the material structure) but rather by the meaning given to the material structure (the ideational structure). (P 36)

Constructivists, On The Other Hand, Argue That ‘Anarchy Is What States Make Of It’ (WENDT 1992).

Another central issue to constructivism is identities and interests. Construc-tivists argue that states can have multiple identities that are socially constructed through interaction with other actors. Identities are repres-entations of an actor’s understanding of who they are, which in turn signals their interests. (P 37). Social norms are also central to constructivism.


5. Marxism
By. Maia Pal

6. Critical Theory
By. Marcos Farias F    

7. Post-Structuralism
By. Aishling mc Morrow

Poststructuralists argue that ‘knowledge’ comes to be accepted as such due to the power and prominence of certain actors in society known as ‘elites’, who then impose it upon others.


8. Feminism
By. Sarah Smith

9. Post-Colonialism
By. Sheila Nair

A key theme to postcolonialism is that Western perceptions of the non-West are a result of the legacies of European colonisation and imperialism.


10. Towards a Global IR?
By. Amitav Acharya



Saturday, May 16, 2020

Noam Chomsky

Informasi random tentang seorang Noam Chomsky (lahir 7 Desember 1928)

Jika revolusi Bolshevik mencakup kaum kiri maka Chomsky dengan terang-terangan akan memisahkan diri dari kaum kiri.
Chomsky berpandangan bahwa Lenin adalah musuh terbesar Sosialisme. pemikiran bahwa Buruh hanya tertarik pada taruhan pacuan kuda merupakan absurditas yang akan terbukti kesahalannya dengan sedikit saja memperhatikan sejarah perburuhan atau pers kelas buruh yang independen dan aktif yang tumbuh di berbagai tempat.
kesan Chomsky terhadap Marx. bahwa Chomsky selalu menganggap dirinya tidak cukup paham terhadap Marx namun secara singkat dia mengatakan bahwa Marx muda itu seorang tokoh akhir pencerahan namun Marx tua menjadi seorang pegiat otoriter dan analis kritis terhadap Kapitalisme yang tidak memiliki banyak alternatif sosialis. namun Chomsky menegaskan bahwa itu hanya kesannya terhadap Marx.
apa yang disebut Kapitalisme pada dasarnya adalah sistem Merkantilisme korporatis dengan tirani privat yang besar dan tidak bertanggung jawab, yang memiliki kendali besar terhadap ekonomi, politik, sosial dan kebudayaan , bekerja sama dengan negara yang kuat melakukan intervensi besar-besaran terhadap ekonomi domestik dan masyarakat internasional.

Revolusi Harapan

Erich Fromm menulis buku ini dengan intensi untuk menemukan solusi atas keadaan Amerika Serikat sekitar tahun 1968.  Solusi yang dia maksudk...