Judul : Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan
Penulis : Ihsan Abdul Quddus
Penerjemah : Syahid Widi Nugroho
Halaman : 221
Cetakan : 1, April 2012
Penerbit : Pustaka Alvabet
"Kemunafikan tidak hanya berwarna pujian atau sanjungan melainkan juga bermuatan kritik dan perlawanan"
Seorang perempuan muda yang menjajaki jalan berseberangan dengan stigma masyarakat di negaranya. Suad adalah perempuan muda yang tumbuh di Mesir pada masa penjajahan Inggris. stigmatisasi perempuan yang menikah muda kemudian berbakti kepada suami adalah hal yang lumrah seperti kakaknya yang sudah menikah di umur 16 tahun, namun tidak dengan dirinya. dia menempuh jalan berliku dengan menggapai cita-citanya melanjutkan pendidikannya sampai perguruan tinggi. selain cerdas di ruang kelas, dia juga menjadi organisatoris ulung sejak SMA bahkan saat masih berseragam putih abu-abu (diasosiasikan dengan siswa sisma di Indonesia), dia sudah mengorganisasi teman-temannya melakukan aksi unjukrasa dengan berkoordinasi dengan kelompok Mahasiswa.
Suad melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi mengambil jurusan hukum. tekadnya untuk tidak menikah sebelum lulus, diporak-porandakan oleh kehadiran Abdul Hamid di akhir-akhir masa kuliahnya. meskipun pada akhirnya Suad mampu lulus sebelum menikah namun kehadiran Abdul Hamid benar-benar membuat dirinya bertaruh dengan perasaannya. mereka melangsungkan pernikahan sesaat setelah Suad lulus. perjalanan biduk rumah tangganya tidak berlangsung lama. Suad bercerai dengan Abdul Hamid karena ketidakcocokan dalam konsep membina rumah tangga. Suad kemudian bertemu Adil, seorang yang juga aktivis politik. Adil mengutarakan niatnya menikahi Suad namun ditolak karena tidak hidupnya tidak ingin dikuasai. pada akhirnya, Suad kembali membina rumah tangga setelah bertemu dengan Kamal, seorang dokter yang juga sudah dikenalnya sejak kecil. meski di akhir cerita, Suad akhirnya kembali bercerai dengan Dr. Kamal.
konflik di novel ini berputar pada kehidupan pribadi Suad yang berusaha untuk menyeimbangkan kehidupan pribadinya dengan karirnya meski pada akhirnya, karir politiknya yang cemerlang tidak berjalan beriringan dengan kehidupan pernikahannya. keegoannya sebagai seorang perempuan yang meletakkan segalanya di atas kepentingan pribadinya membuat semua hal dikalkulasi dengan pertimbangan logikanya, dalam kehidupan pernikahannya pun demikian. satu hanya yang pasti bahwa Suad tidak menemukan dengan jelas tujuan pernikahan sebelum memutuskan menikah 2 kali.
Di beberapa lembaran awal novel ini, saya menyangka bahwa novel ini akan mengelaborasi lebih detail tentang aksi-aksi heroik seorang Perempuan muda yang berada di sebuah negara yang masih dijajah, namun perkiraanku meleset. Novel ini tidak lebih dari perdebatan panjang seorang perempuan timur yang bertarung dengan dirinya sendiri sepanjang perjalanan hidupnya, tentang makna perempuan itu sendiri, tentang pernikahan, tentang keluarga, tentang karir dan tentang semuanya. di beberapa kesempatan, dia memenangkan dirinya namun di lain waktu, dia tunduk atas ketidakberdayaannya.
Ekspektasi saya di awal membaca novel ini bahwa alur ceritanya akan menarik karena akan mengelaborasi seorang aktivis politik perempuan yang hidup di Mesir pada masa penjajahan dan bagaiamana penulis mampu mengulas dengan baik konsep perempuan dan peranananya dalam sosial politik di Mesir pada saat itu, ternyata novel ini tidak lebih menceritakan perjalanan cinta yang seorang perempuan yang dibumbui dengan aktivitasnya sebagai seorang dosen dan politikus.
Novel ini tidak terlalu banyak memberikan nilai-nilai sosial politik kecuali sedikit misalnya ketika digambarkan pada awal novel bahwa Suad tidak sepakat dengan kehadiran militer yang masuk kampus karena itu berarti militer menguasai dunia pendidikan padahal tidak seharusnya seperti itu. pendidikan harus terbebaskan dari intervensi siapa pun. pelajaran kedua ketika Kamal, suami kedua Suad, menolak mengobati seorang pendukung Suad pada masa pemilihan. alasan penolakan Kamal sangat jelas, bahwa dia sebagai seorang dokter tidak seharusnya menjadi alat politik meskipun isterinya sendiri. seorang politikus sebaiknya dipilih karena konsep-konsepnya yang memang diterima masyarakat.
"Setiap orang memiliki dua sisi; satu untuk orang lain, satu untuk dirinya sendiri. mustahil untuk menyatukan keduanya"
No comments:
Post a Comment