A. ASEAN’s ‘people-oriented’ aspirations: civil society influences on non-traditional security governance
(dimuat dalam Australian Journal of International Affair, 2017 Vol. 71, No. 1, 24-41)
By. Laura Allison and Monique Taylor
1. Artikel ini membahas tentang:
2. Central argumennya adalah:
3. Metode & Kesimpulannya adalah:
4. My stand point:
Rezim di seluruh negara kawasan tidak pernah benar-benar menginginkan masukan dari masyarakat sipil, dan kalaupun mereka negara tersebut melibatkan masyarakat sipil, tidak lebih sebagai sebuah pemanis bibir.
Tulisan ini mengelaborasi peran SCO dalam kawasan Asean melalui dua contoh NTS yang diajukan yaitu Pembajakan Laut dan bantuan serta manajemen bencana.
Rezim di seluruh negara kawasan tidak pernah benar-benar menginginkan masukan dari masyarakat sipil, dan kalaupun mereka negara tersebut melibatkan masyarakat sipil, tidak lebih sebagai sebuah pemanis bibir.
Tulisan ini mengelaborasi peran SCO dalam kawasan Asean melalui dua contoh NTS yang diajukan yaitu Pembajakan Laut dan bantuan serta manajemen bencana.
CSOs have the potential to play an important role in dealing the maritim piracy, but they have not yet been extensively incorporated into ASEAN frameworks for concrete consultation and decision-making. Anti-piracy CSOs have played an important role in addressing the complex problem of maritime piracy in South-East Asia.
Tulisan ini lebih melihat peran CSO pada mitigasi bencana contohnya CSO terlibat dalam Agreement on Disaster Management and Emergency Relief (AADMER), yang termanifestasi dalam AADMER Partnership Group (APG).
Kesimpulan:
Tulisan ini menunjukkan bahwa partisipasi CSO dalam menyikapi NTS sangat signifikan, karena biasanya sdm, keahlian, dst dalam menangani masalah ini seringkali melampaui kapasitasn organisasi Asean.
Tantangannya adalah CSO seharusnya bisa memberikan nilai tambah dalam menghadapi NTS bukan hanya sekedar manajemen risiko. seharusnya CSO dilihat sebagai sebuah entitas politik di Asia Tenggara dan menjadi partner yang bermanfaat bagi Asean
B. From the ASEAN People’s Assembly to the ASEAN Civil Society Conference: the boundaries of civil society advocacy
(dimuat dalam Contemporary Politics, 2013, Vol. 19, No. 4, 411-426)
By. Kelly Gerard
1. Artikel ini membahas tentang:
2. Central argumennya adalah:
3. Metode & Kesimpulannya adalah:
4. My stand point:
Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) dan hubungannya dengan Asean
Dua forum organisasi Masyarakat Sipil yang masih bertahan adalah ASEAN People’s Assembly (APA), organised by ASEAN-ISIS (Asean Institute of Strategic and International Studies) and held seven times from 2000 to 2009, and the ASEAN Civil Society Conference (ACSC), organised by the Solidarity for Asian People’s Advocacy network and held nine times from 2005 to the present.
Many activists did not seek to interact with ASEAN. paid much more attention to the threats posed by international organizations such as the International Monetary Fund, the World Bank, and the World Trade Organization, di lain sisi, para aktivis CSO menganggap bahwa posisi Asean sebagai organisasi yang lemah dan memilik dampak yang minim terhadap masyarakat Asia Tenggara. CSO juga menganggap Asean juga seakan-akan terlalu jauh dalam urusan yang biasanya menjadi ranah CSO
Dalam Pertemuan Masyarat Asean (APA), peran Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) sangat minim karena dominasi Asean-ISIS sebagai pihak penyelenggara terlalu besar bahkan membatasi siapa saja anggota CSO yang boleh hadir.
ASEAN Civil Society Conference (ACSC), diselenggarakan oleh Solidarity for Asian People’s Advocacy (SAPA) diadakan bersamaan dengan KTT Pemimpin Asean
ACSC sebenarnya sangat potensial bagi CSO untuk menginfiltrasi kepentingan-kepentingan mereka karena diadakan bersamaan dengan KTT Asean namun di lain hal, sifat ACSC yang inklusif membuat GONGO (government-organised non-governmental organisations) ikut serta dalam forum ACSC sehingga masalah yang dibicarakan menjadi bias. GONGO merupakan organisasi non pemerintah namun secara tersembunyi mewakili pemerintah karena dibentuk oleh Pemerintah itu sendiri.
CSO menjaga agar ACSC tetap bersifat inklusif namun juga berusaha untuk mencegah GONGO agar tidak menggunakannya sebagai alat dalam mendukung kebijakan Pemerintah.
Similiarity and Differences between two articel above:
Perbedaannya adalah tulisan Laura Allison and Monique Taylor melihat keterlibatan CSO di Asean dalam perannya menyikapi NTS di Asea Tenggara dan signifikansinya CSO dalam masalah-masalah NTS sedangkan tulisan Kelly Gerard mencoba melihat signifikansi peran CSO dalam tubuh Asean dengan mengelaborasi keterlibatan CSO dalam 2 forum masyarakat sipil Asean yaitu APA dan ACSC
Perbedaannya adalah tulisan Laura Allison and Monique Taylor melihat keterlibatan CSO di Asean dalam perannya menyikapi NTS di Asea Tenggara dan signifikansinya CSO dalam masalah-masalah NTS sedangkan tulisan Kelly Gerard mencoba melihat signifikansi peran CSO dalam tubuh Asean dengan mengelaborasi keterlibatan CSO dalam 2 forum masyarakat sipil Asean yaitu APA dan ACSC
perbedaaan yang lain adalah tulisan Laura dan Monique menempatkan masyarakat Sipil pada tataran mitigasi masalah sedangkan tulisan Kelly Gerard memandang seharusnya CSO terlibat juga dalam pengambilan keputusan.
Stand point saya adalah saya sepakat dengan tulisan Laura Allison and Monique Taylor bahwa Masyarakat Sipil seharusnya dipandang lebih di kawasan Asia Tenggara sebagai sebuah entitas yang memberikan nilai lebih pada organisasi ini dalam menjawab tantangan ke depan.
***disajikan pada mata kuliah Diplomasi in Asean via E-learning tanggal 11 April 2020
No comments:
Post a Comment