Saya sedang membaca buku Dr. Fahruddin Faiz yang
berjudul "Menjadi Manusia, Menjadi Hamba." Dalam salah satu babnya
diuraikan tentang doa dari berbagai sudut pandang, tentu saja sebagian
penjelasannya sudah saya dengar dari berbagai sumber.
Namun ada penjelasan tentang sistematika doa yang
membuat saya berpikir bahwa adab berdoa itu tidak memaksa namun harus merayu di
awal. Saya merefleksikan diri saya selama ini dan bagaimana adab saya berdoa
yang seringkali lebih ke arah meminta.
Setelah salat asar, tiba-tiba saja pikiran saya
merefleksikan runutan Al Fatihah yang sesuai dengan penjelasan Dr. Fahruddin
Faiz. Runutan doa yang diawali dengan puji puji semacam rayuan.
Al Fatihah dimulai dengan semacam rayuan kepada Sang Khalik misalnya pada ayat pertama tentang menyebut Allah sebagai dzat meliputi alam semesta dan dilanjutkan dengan pujian tentangAllah Swt yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Artinya bahwa kita memuji Allah sebagai Dzat yang meliputi kemurahan dan Maha kasihNya.
Kemudian selanjutnya kita mengakui bahwa Allah Swt menguasai hari pembalasan kemudian kita meyakini bahwa Dia satu-satunya Dzat yang dimintai pertolongan.
Ayat selanjutnya baru memuat doa kita yaitu kita memohon ditunjuki jalan yang lurus, yang dimaksud jalan lurus adalah jalan orang-orang yang telah dianugerahi nikmat bukan jalan orang-orang yang celaka.
Dari susunan Al-Fatihah tersebut menjadi panduan kita bagaimana seharusnya adab kita berdoa kepada Allah Swt. Doa yang seharusnya diawali dengan puja-puji atau dalam bahasa sederhana adalah merayu sebelum kemudian kita menyisipkan permintaan kita sebagai hamba.
Berdoa sama sekali tidak disarankan untuk langsung meminta seperti memalak karena tidak memuat adab yang baik. Bahkan kepada manusia pun, kalau kita meminta bantuan biasanya diawali dengan basa-basi yang tujuannya untuk merayu sebelum mengutakan permintaan bantuan.
Seperti itulah kira-kira adab berdoa.
No comments:
Post a Comment