Resensi Buku
Haidar Bagir adalah salah seorang cendikiawan muslim di Indonesia yang tidak perlu diragukan lagi kedalaman ilmunya dan juga tebaran pengetahuan yang beliau pupuk selama ini. Selain mengurus sebuah penerbitan beliau juga sibuk mengelolah yayasan pendidikan, dimana salah seorang kawan saya mengajar di salah satu sekolahnya.
Tak terkira berapa buku yang sudah dihasilkan dari olah pikirnya salah satunya buku "Islam Tuhan Islam Manusia." bagian belakang buku ini dihiasi testimoni orang-orang besar di negeri ini. K.H Ahmad Mustofa Bisri, Goenawan Muhammad, Mochtar Pabottingi dan Franz Magnis-Suseno.
Pada bagian awal buku ini pada tulisan "Aku dan Islamku" Haidar Bagir menjelaskan dengan runut seperti apa beliau mengenali dirinya terlepas dari tudingan-tudingan orang yang tidak bersepakat dengannya. Entah berapa kali beliau mengklarifikasi secara langsung maupun tidak langsung atas tuduhan bahwa dirinya penganut Syiah namun klarifikasi tersebut tidak menyurutkan tuduhan dari orang-orang yang tidak bersepakat dengan dirinya.
Beliau meyakini bahwa akal ada anugerah Tuhan meski di lain sisi, beliau juga menyadari bahwa akal memiliki keterbatasannya sendiri. Dalam pencarian opini yang benar, fokusnya terletak pada kebenaran bukan pada popularitas. Sebelum mengkritik, kita harus memahami pendapat yang akan kita kritik seperti pemahaman penganutnya. Beliau melakukan pendekatan terhadap teks Al-Qur'an, sunnah dan tradisi Islam bersifat hermeneutika. Meski di lain sisi, beliau percaya bahwa pendekatan hermenutika memiliki jebakan-jebakannya tersendiri.
Isi buku ini sendiri terbagi ke dalam 5 bagian: Masalah, "Islam di zaman kacau. Khazanah Pemikiran Islam. Pendekatan, "Dialog Intra Islam". Pendekatan, " Dialog Islam, Budaya dan Peradaban".dan Solusi, "Islam,Cinta dan Spritualitas".
Pada bagian pertama, beliau mengelaborasi tentang masalah yang sedang dihadapi umat Islam secara spesifik. Tentang radikalisme, asal usul takfirisme dan negara yang disebutnya sebagai tuna budaya.
Saya akan menuliskan ulang beberapa inti pemikiran beliau dari setiap lembar tulisannya yang dijelaskan secara runut di buku ini.
Budaya adalah soal menjadi manusia secara komprehensif. Manusia spritual, bermoral, berestetika, sadar dan berpikir.berakar dari concern kemanusiaan paling dalam sebagai pengejawantahan dari Ketuhanan yang cirinya memiliki fitrah cinta kebenaran, kebaikan dan keindahan. Selain dari hal tersebut adalah antibudaya. Negara ini sudah lama menanggalkan budayanya dan menjadi santapan hegemoni ekonomi, komersialisasi cukong kapital besar berkolaborasi dengan politik busuk untuk menyerap seluruh saripati negara ini tanpa sisa. Meski demikian, budaya juga tidak seharusnya statis tetapi harus berkembang secara organis. Peran Pemerintah dalam revitalisasi kesadaran kolektif bangsa dalam meletakkan budaya sebagai persemaian seluruh aspek kehidupan.
"Information spill over" telah membuat orang mengalami diorientasi. Terlalu banyak informasi justru membuat orang kebingungan, hilangnya kedalaman dan lahirnya generasi baru pengguna internet, "orang-orang dangkal" (The shallows) menuruut Nicholas Carr. Orang-orang yang terbiasa menyantap informasi instan tanpa kedalaman.
Situasi yang mengkhawatirkan ini masih ditambah dengan perilaku tidak kritis masyarakat yang dengan mudahnya menggandakan dan menyebarluaskan apa saja yang dibacanya, ke ruang publik baik via WA, Twitter, Facebook dan sebagainya. Lebih parahnya lagi, sebagian media mendasarkan informasi dari sumber yang tidak dipertanggungjawabkan ini.
Keberlimpahan dan kemajuan sains dan teknologi yang tadinya dianggap bisa menjadi penopang kebahagiaan hidup, justru meninggalkan kehampaan psikologis dan spritual karena hanya menegaskan kenyataan bahwa setelah semua keberlimpahan itu tercapai, kebahagiaan hidup tidak ditemukan di sana.
Maka menjadi tugas para agamawan dan pemikir keagamaan moderat untuk menawarkan suatu paham atau penafsiran keagamaan yang mampu menjadi tandingan pemahaman sempit kaum fundamentalis dan radikal. Haidar Bagir merasa bahwa sejenis pemahaman keagamaan yang bersifat mistik (sufistik) merupakan alternatif paling efektif.
Mengenai Hermeneutika, Haidar Bagir mengutip pemikiran Friederich Schleimermacher yang mengandung dua langkah. Pertama, pemahaman teks melalui penguasaan aturan-aturan sintaksis bahasa komunitas si pengarang. kedua, penangkapan muatan emosianal dan batiniah pengarang secara intuinitif dengan jalan menempatkan diri subjek dalam benak pengarang.
Tentang Takwil, Haidar Bagir mengutip pahaman Ibn' Arabi dalam futuhat menyatakan bahwa "sesungguhnya setiap orang punya akses kepada pemahaman atas teks Al-Qur'an selama bersifat terbuka, tulus yakni dengan pemikiran sehat dan hati bersih yang tak tercampuri nafsu. Baik pemahaman yang bersifat 'ardhi (horizontal/tafsir) maupun thuli (Vertikal/Takwil).
Naql dipahami dengan aql, karena aql bisa keliru, dicek lagi dengan naql begitu seterusnya. Persis ketika kita membaca maknanya kita bisa simpulkan dari konteks kalimat tetapi untuk mendapatkan terjemahan yang pas, kita cek kesimpulan kita dengan membuka kamus, makna kamus pun pada gilirannya akan kita pahami dengan pas dalam konteks kalimat, begitu prosesnya terus menerus.
Dalam sebuah konfrensi Sains dan Agama di Yogyakarta, para ilmuwan ditanya mengenai sebab kemunduran Sains di wilayah ini. Prof. Osman mengatakan bahwa permusuhan terhadap filsafat di negara Islam selama beberapa abad menjadi sebab utama persoalan ini.
Manusia modern mengalami kehampaan spritual, krisis makna, legitimasi hidup serta kehilangan visi dan mengalami keterasingan terhadap dirinya sendiri. Seyyed Hossein Nasr dalam the Plight of Modern Man mengatakan bahwa krisis eksistensial berawal dari pemberontakan manusia modern terhadap Tuhan. Mereka telah kehilangan harapan akan kebahagiaan masa depan seperti yang dijanjikan Renaisans.
Dalam sebuah wawancara, Haidar Bagir menjelaskan bahwa dalam berbicara ekonomi yang ideal itu apakah kapitalistik atau sosialistik atau yang bersifat lain, mau tidak mau kita diskusi defenisi tentang keadilan. Ketika membedah politik. apakah yang bagus itu demokrasi atau otoritarianisme maka mesti kita diskusi tentang tujuan politik itu apa?
Tentang Mazhab. Imam Syafii secara luas diriwayatkan pernah berkata, "pendapatku benar, namun sangat potensial keliru sementara pendapat orang selainku keliru namun sangat mungkin benar." di lain waktu Beliau berkata "jika suatu Hadist itu sahih, maka itulah mazhabku."
Pada prinsipnya setiap perbuatan bersifat netral nilai. Tindakan baikdan buruk dinilai berbeda bergantung pada penerapannya. Mencuri bisa dinilai terlarang tetapi bisa juga sunnah bahkan wajib. Ibn Hazn al-Zhahiri dalam bukunya yang berjudul al-Muhalla pernah mengatakan bahwa seorang pencuri yang mengambil harta dari seorang kaya dikarenakan haknya tidak diberikan kemudian tertangkap dan terbunuh,maka dipercaya mati syahid.
Tentang fenomena Sunni-Syiah. ada dua sebab yang memperkeruh konflik antara Sunni-Syiah. Pertama, sejak revolusi Iran, ada sekelompok di dalam negeri Iran yang ingin mengekspor Revolusi Islam ke negara lain. Kedua, ada ketakukan dari negara teluk monarki kalau revolusi yang terjadi di Iran akan merembet ke negara mereka. Harus diingat bahwa Iran menjadi negara Islam bukan karena revolusi tetapi lewat referendum.
Di masing-masing kubu Sunni-Syiah, ada kelompok ekstrim, mereka inilah yang memanas-manasi keadaan akibatnya timbul ketegangan yang terus menguat.
Tentang pembahasan Kafir.
Abu Sufyan tetap bertahan dengan agama arab jahiliah bukan karena percaya dan mengimaninya sebagai sebuah kebenaran, namun lebih karena sistem purba itu menguntungkannya secara politik dan sosial. Doktrin Islam terkait reformasi sosial yang memberatkan orang semacam Abu Sufyan untuk memeluk Islam bukan soal pengakuan dan penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, artinya faktor ekonomi dan politik bukan faktor teologis yang menjadi dasar penyangkalan terhadap Islam.
Sebuah perkataan Nabi Ibrahim seperti yang disitir Al-Qur'an, kebencian dan permusuhan diarahkan kepada sifat/perbuatan buruk orang, bukan kepada orang/pelakunya sendiri (QS. Mumtahanah 60:4).
Beragama, betapa pun melibatkan fisik dalam menjalankan ritual-ritualnya, adalah urusan "rumah", urusan hati yang ada di dalam diri. urusan rohani. Ritual, seberapa pun pentingnya dalam kehidupan beragama, adalah simbol. baik agama maupun politik dan hukum, kesemuanya itu dimaksudkan untuk membantu manusia agar dapat meraih kehidupan yang baik/bahagia.
Ketika ditanya tentang apakah beliau Syiah atau Sunni, inilah jawabannya. "Saya bukan Syiah dan bukan Sunni. Saya ini orang yang percaya bahwa orang non-Muslim yang baik dan tidak kafir, tidak menyangkal kebenaran saja bisa masuk surga."
No comments:
Post a Comment