Sunday, June 21, 2020

Asean Community

Sejarah panjang perjalanan Asean sebagai sebuah organisasi regional sejak dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, sudah melalui begitu banyak dinamika dalam proses interaksi antar sesama negara anggota yang notabene memiliki banyak persamaan yang memudahkan mereka dalam menjalankan kerjasama dalam berbagai bidang. Asean dibentuk pada saat kondisi dunia terbagi dalam kekuatan Bipolar, namun dengan berdirinya Asean menjadi sebuah pengukuhan bahwa negara-negara Asean mampu bersikap secara independen tanpa memihak kepada salah satu blok yang saat itu didominasi oleh Uni Sovyet dan Amerika Serikat. 

Sebelum ditandatangani Asean Charter pada tahun 2007 dan berlaku efektif pada 15 Desember 2008, Asean belum memiliki dasar hukum yang kuat dalam mengikat kerjasama di berbagi bidang sehingga sebelumnya, Asean berjalan hanya seperti sebuah organisasi paguyuban yang didirikan karena berbagai latar belakang persamaan sehingga berdampak pada pencapaian tujuan yang tidak maksimal karena tidak adanya dasar hukum bersama yang disepakati dan dijadikan rujukan sehingga dengan disepakatinya Piagam Asean menjadi pencapaian tersendiri bagi perjalanan organisasi Asean.

Asean Community yang ditandantangani pada pada Deklarasi Asean Concord II dan tercantum dalam pembukaan Piagam Asean menjadi blueprint dalam memimpikan sebuah progress kerjasama di antara sesama negara Anggota Asean. Sebuah cita-cita dalam mewujudkan kerjasama di tingkat kawasan Asia Tenggara yang lebih maju, makmur dan saling membantu. diwujudkan dalam sebuah kondisi di mana semua anggota Asean saling menopang dalam semua bidang tanpa ada satu negara yang tertinggal. Asean Community terdiri dari tiga pilar yang akan diwujudkan bersama-sama anggota Asean yaitu: 
1. Pilar pertama adalah Komunitas Politik Keamanan (Asean Political-Security Community/ASC) yang menekankan pada pembentukan norma-norma politik bagi negara anggota Asean
2. Pilar kedua adalah Komunitas Ekonomi Asean (Asean Economic Community/AEC) yang menekankan pada pembentukan pasar tunggal. Semua warga negara Asean berhak bekerja dan juga membuka usaha di wilayah Asean manapun
3. Pilar ketiga adalah Komunitas Sosial Budaya Asean (Asean Socio-Cultural Community/ASCC) yang diharapkan membentuk sebuah hubungan saling tolong di antara sesama anggota Asean khususnya dalam beberapa hal yang mendesak seperti penanganan bencana alam, masalah lingkungan hidup, Kesehatan, Pengentasan kemiskinan dll. 

Meskipun tetap optimis dalam menghadapi rencana-rencana yang sudah ditetapkan dalam konsep Asean Community namun para Stakeholder juga harus bersikap realistis bahwa dalam mewujudkan Asean Community yang dimanifestikan dalam tiga pilar di atas, bahwa langkah-langkah yang diambil akan mendapat tantangan yang cukup serius.

Pada masa sekarang, ketiga pilar tersebut mendapat tantangan tersendiri yang cukup menguras energi untuk diselesaikan. Tantangan terhadap pilar komunitas Politik-Keamanan Asean antara lain isu di Laut Cina Selatan yang melibatkan Tiongkok dengan beberapa negara Asean, isu keamanan di selat Malaka dan kasus perompakan di Laut Cina Selatan. tantangan pada Komunitas Ekonomi Asean antara lain isu kesenjangan ekonomi antara negara anggota Asean, isu RCEP yang diprakarsai oleh Tiongkok dengan isu TPP yang diprakarsai Amerika Serikat.

Menurut pandangan saya bahwa dari ketiga pilar Asean Community tersebut beserta tantangan yang sedang dihadapi dan potensi tantangan yang akan dihadapi di masa mendatang, maka ada pilar yang cukup sulit diwujudkan dalam Asean Community yang yang terwujud dalam konektivitas Asean 2025. Pilar yang paling sulit diwujudkan adalah pilar komunitas Politik-Keamanan Asean. Khusus pilar ini menurut saya menghadapi tantangan yang cukup serius baik dari internal negara anggota Asean maupun tantangan yang berasal dari eksternal. Menurut blueprint komunitas Politik-Keamanan Asean bahwa 
“Asean’s cooperation in political development aims to strengthen democracy, enhance good governance and the rule of law, and to promote and protect human rights and fundamental freedom, with due regards to the rights and responsibilities of the member states of Asean.” (ASEAN Political-Security Community Blueprint 2025 article A.2)
 
Dari beberapa poin blueprint komunitas Politik-Keamanan Asean di atas, ada tiga poin yang saya kemukakan sebagai dasar argumen kenapa saya menarik kesimpulan bahwa pilar Politik-Keamanan Asean cukup sulit diwujudkan. Poin pertama adalah strengthen democracy. Perlu digarisbawahi bahwa negara anggota Asean sangat heterogen bahkan menurut mantan Menteri Luar Negeri Indonesia, Hasan Wirayuda bahwa hanya dua dari 10 negara anggota Asean yang demokratis.  Kenyataan ini jelas sangat paradoks dengan blueprint yang diusung dalam pilar Komunitas Politik-Keamanan Asean  yang bermaksud memperkuat demokrasi bahkan menurut Emmerson (2005) bahwa Laos, Myanmar dan Vietnam menyatakan keberatannya tentang penyebutan demokrasi sebagai tujuan bersama Asean (as cited in Choiruzzad, 2014:53). Meskipun negara-negara tersebut tetap meratifikasi Piagam Asean yang memuat konsep demokrasi, namun tetap saja bahwa demokrasi bagi negara anggota Asean yang belum menerapkannya akan menyisakan masalah yang tidak sepele.

Poin kedua yang saya tekankan pada blueprint di atas yaitu mengenai enhance good governance and the rule of law. Poin ini berhubungan erat dengan perlindungan hak asasi manusia. jika pelanggaran HAM masih masif terjadi di sebagian negara anggota maka hal tersebut menjadi salah satu indikator bahwa penegakan hukum di negara tersebut masih sangat lemah. Tidak bisa dipungkiri bahwa negara-negara Asean masih menjadi sorotan dalam penegakan hukum yang masih lemah. Fakta di lapangan bahwa kawasan Asia Tenggara masih menjadi lahan bagi berbagai macam kejahatan seperti, perdagangan manusia, perdagangan narkoba, dan perdagangan satwa liar dan obat palsu.

laporan terbaru dari Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) menyatakan bahwa konteks obat palsu, Asia Tenggara telah menghabiskan uang berkisar antara US $ 520 juta dan US $ 2,6 miliar per tahun untuk obat palsu . Maraknya kejahatan di Asia Tenggara menjadi indikasi bahwa penegakan hukum di kawasan ini masih sangat lemah yang secara langsung akan menghambat perwujudan cita-cita komunitas Politik-Keamanan Asean.

Poin yang ketiga tentang “promote and protect human rights.” Dalam hal mempromosikan hak asasi manusia, Asean tidak mengalami kesulitan yang berarti pada dalam berbagai bentuk yang sifatnya formalitas misalnya seminar, pendidikan dan metode promosi lainnya karena masih dalam ranah teoritis namun jika sudah berbicara mengenai perlindungan hak asasi manusia di tengah Masyarakat, maka beberapa negara anggota Asean akan mengalami kontraproduktif. Tidak bisa dipungkiri bahwa beberapa negara anggota Asean masih bermasalah dengan pelanggaran hak asasi manusia baik yang menjadi sorotan dunia global maupun dalam skala nasional yang mampu ditutupi oleh Pemerintahannya untuk melindungi nama baik negara.

Kasus pelanggaran Hak asasi manusia yang masih belum menemui titik terang sampai saat ini adalah kasus Rohingya di Myanmar. Kasus pelanggaran HAM atas etnis Rohingnya belum menemui titik terang sampai sekarang meskipun PBB sudah menyetujui resolusi yang mengutuk pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya dan minoritas lainnya di Myanmar. bukan hanya pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di Myanmar, bahkan di negara Indonesia sekalipun yang dikenal sebagai negara yang sudah mengusung sistem Demokrasi namun tidak lepas dari pelanggaran HAM misalnya kasus pelanggaran HAM tahun 1998 yang masih belum selesai dan kasus pelanggaran HAM di Papua yang tidak disikapi dengan  dengan baik oleh Pemerintah Indonesia.

The ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) sebagai lembaga dalam bertugas menangani masalah pelanggaran HAM di Asean juga tidak bisa berbuat banyak karena terdapat prinsip non-intervensi yang dianut oleh Asean sehingga membatasi ruang gerak AICHR dalam memantau pelanggaran HAM yang terjadi dalam internal negara anggota Asean. 

Asean juga menghadapi tantangan yang cukup vital di bidang Politik-Keamanan karena sengketa perbatasan antar sesama negara Anggota Asean yang belum menemui titik terang. Salah satu contohnya adalah konflik antara Vietnam dan Filipina, Brunia, Malysia dan Singapura di Laut Cina Selatan. Sengketa antar negara anggota Asean terkait masalah territorial akan menghambat segala upaya organisasi ini dalam mencapai komunitas Politik Keamanan Asean.

Melihat secara keseluruhan hal tersebut di atas, saya berpendapat bahwa pilar Asean  Community khususnya pilar Politik-Keamanan Asean akan sangat sulit terwujud karena permasalahan internal negara anggota Asean belum sepenuhnya selesai baik yang terkait dengan hak asasi manusia, penegakan hukum dan tata kelola pemerintahan sampai pada proses demokratisasi yang dicantumkan dalam blueprint Komunitas Politik-Keamanan Asean namun dalam proses penerapannya, mayoritas negara anggota Asean belum mengadopsi secara absolut proses demokratisasi yang ideal. 

Selain itu, faktor eksternal juga sangat mempengaruhi sulitnya mewujudkan pilar Politik-Keamanan Asean dalam waktu dekat. meningkatnya pengaruh Tiongkok di laut Cina Selatan turut mempengaruhi kestabilan dalam internal Asean. Tindakan agresif Tiongkok mengklaim laut Cina Selatan membuat negara-negara Asean semakin terancam, bahkan Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Vietnam sudah mengajukan protes terhadap Tiongkok terhadap beberapa pelanggaran yang dilakukan di kawasan Asean.  Di lain hal, negara-negara Asean mengalami kondisi dilema dalam setiap konflik dengan Tiongkok karena tidak bisa dipungkiri bahwa Tiongkok menjadi sumber dana bagi Asean bahkan di masa kondisi Pandemi Covid-19, Pemerintah Tiongkok melalui duta besarnya untuk Asean, Deng Xijun bahwa Tiongkok berkomitmen memberikan bantuan USD 2 Miliar terhadap Asean.

Konstalasi bidang politik dan keamanan di Kawasan Asean menjadi tantangan yang sangat berat bagi Asean dalam proses perwujudan Masyarakat Politik Keamanan Asean yang merupakan salah satu pilar dalam cita-cita Asean seperti yang tercantum dalam Asean Community. Namun demikian, bukan berarti Asean lantas pesimis namun harus ada langkah riil dalam mewujudkan semua pilar Asean Community yang disepakati. Langkah-langkah menuju perwujudan pilar Politik-Keamanan Asean bisa dilakukan dengan cara melalui penanganan masalah domestik seluruh negara anggota Asean kemudian mengatasi masalah yang meliputi kawasan.

Jika negara-negara anggota Asean sudah menyelesaikan masalah internal maka faktor eksternal seperti friksi yang terjadi dengan Tiongkok khususnya di Laut Cina Selatan, bisa diatasi jika negara anggota Asean bersatu dalam menyikapi hal tersebut.

21 6 20

No comments:

Post a Comment

Revolusi Harapan

Erich Fromm menulis buku ini dengan intensi untuk menemukan solusi atas keadaan Amerika Serikat sekitar tahun 1968.  Solusi yang dia maksudk...