Indonesia merdeka pada saat momen di mana konstalasi perpolitikan dunia terbagi dalam dua kekuatan Bipolar yang didominasi oleh Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Mayoritas negara yang baru menjalani dekolonisasi pasca perang dunia II, ikut arus dalam dua kekuatan dunia pada saat itu, jika tidak berpihak pada Uni Sovyet maka sudah dipastikan akan ikut dalam koalisi Amerika Serikat. Indonesia yang juga menjalani masa dekolonisasi bertepatan saat usainya perang dunia II, terjebak dalam kekuataan perpolitikan dunia yang Bipolar, namun founding father Indonesia memilih jalan lain yang sangat idealis yaitu Pemerintah Indonesia pada saat itu memilih untuk tidak berpihak baik kepada Amerika Serikat maupun Uni Sovyet dan memilih menentukan arah Politik Luar Negeri yang bebas dan aktif.
Pemerintah Indonesia yang dalam hal ini diwakili oleh Mohammad Hatta memperkenalkan konsep Politik Bebas Aktif pada tanggal 2 September 1948 di depan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Politik yang berhaluan bebas aktif menjadi salah satu instrumen paling penting dalam politik Luar Negeri Indonesia. Bebas dimaknai sebagai sebuah keadaan di mana Indonesia tidak berpihak pada salah satu dari dua kekuatan dunia pada saat itu yaitu Amerika Serikat dan Uni Sovyet sedangkan Aktif dimaknai sebagai sebuah kondisi Indonesia tidak berpangku tangan dalam proses perkembangan konstalasi perpolitikan dunia namun ikut aktif dalam menjalin kerjasama yang ideal.
Salah satu contoh nyata penerapan Politik Bebas Aktif yang dianut Indonesia adalah keterlibatan aktif Pemerintah Indonesia pada gerakan Non-Blok bahkan Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika yang diadakan di Bandung pada tahun 1955 sebagai cikal bakal gerakan Non-Blok. Gerakan ini menjadi wadah bagi negara-negara di dunia yang menolak berpihak ke salah satu dari dua kekuatan dunia pada masa perang dingin.
Asean juga bisa menjadi contoh nyata penerapan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif karena dengan berdirinya Asean sebagai organisasi kawasan di masa perang dingin menjadi sebuah bentuk sikap tegas dari negara-negara di Asia Tenggara yang tidak ingin diintervensi oleh dua kekuataan besar yang menguasai dunia. Indonesia ikut andil dalam mendirikan organisasi ini.
Dalam proses pendirian Asean sebagai sebuah Organisasi kawasan, peran Indonesia sangat krusial. Indonesia yang diwakili oleh Adam Malik termasuk dalam 5 negara pendiri Asean termasuk Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand yang ditandatangani pada tanggal 8 Desember 1967. Upaya Indonesia pada awal berdirinya Asean yaitu Indonesia turut serta aktif dalam menjaga stabilitas keamanan di Asia Tenggara pada saat awal berdirinya Asean karena saat itu, tensi persaingan Ideologi antara Uni Sovyet dan Amerika Serikat sangat tinggi bahkan setiap daerah dijadikan proxy antara kedua kekuatan tersebut.
Berdirinya Asean bisa dijadikan tolak ukur keberhasilan Indonesia dalam menjalankan politik Luar negeri Bebas Aktif di kawasan Asia Tenggara karena salah satunya tujuan berdirinya Asean adalah menjaga kawasan Asia Tenggara dari persaingan antara dua blok saat itu yaitu Amerika Serikat dan Uni Sovyet. Hal tersebut sejalan dengan konsep Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas aktif. Dalam perjalanannya, beberapa upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk tetap menjaga kerjasama Asean antara lain Indonesia mendorong kerjasama dalam hal keamanan maritim. Hal ini dimaksudkan agar proses penanggulangan dalam isu-isu terkait illegal fishing, unregulated fishing dan kejahatan lainnya yang menggunakan alat transportasi lain bisa diatasi dengan baik. Saat konstalasi Tiongkok dengan Amerika Serikat memanas di kawasan Asia Pasifik, Indonesia mendorong Asean untuk menjaga kestabilan di kawasan tersebut dan atas inisiasi Indonesia, Asean menyepakati sebuah konsep yang dikenal sebagai Asean Outlook on Indo Pasific (AOIP). Sebuah konsep yang dimaksudkan untuk menjaga kestabilan di Indo Pasifik dalam menyikapi rivalitas Tiongkok-US di kawasan tersebut.
21 6 20
No comments:
Post a Comment