Sunday, June 21, 2020

Organization of the Islamic Conference

Konflik, kekerasan dan ancaman terhadap perdamaian dewasa ini banyak terjadi di negara-negara berpenduduk muslim (anggota OIC), padahal Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian dan toleransi. Mengapa negara-negara tersebut rentan terhadap konflik dan kerusuhan? 
Islam sebagai salah satu Agama terbesar di dunia, mengajarkan tentang perdamaian dan toleransi dalam semua sisi kehidupan, namun tidak bisa dipungkiri bahwa negara-negara Islam khususnya di kawasan Timur Tengah sangat rentan dilanda konflik dan kerusuhan. Ada beberapa faktor yang menurut saya membuat negara Islam terjebak dalam konflik yang berkepanjangan baik sesama umat Islam maupun konflik dengan agama lain atau pun dengan negara Barat. Pertama bahwa konsep Jihad yang sering disalahpahami oleh kelompok garis keras umat Islam. Jihad dianggap sebagai sebuah metode berperang untuk membela agama Islam. Kedua adalah paham Khawarij yang masih menjangkiti sebagian kelompok umat Islam, bahkan semakin tumbuh subur di era sekarang. Mereka tidak segan berkonfrontasi bahkan dengan sesama umat Islam yang tidak sealiran dengan mereka. Di masa sekarang kelompok Khawarij mewujud dalam kelompok Teroris seperti Al-Qaeda pada dekade silam, kemudian ISIS, Taliban dan kelompok radikal lainnya yang dengan mudahnya mengkafirkan umat Islam yang berbeda dengan mereka bahkan sampai memeranginya. Jika kelompok Khawari ini masih menjamur maka dunia Islam akan selalu dipenuhi konflik berdarah. Ketiga adalah sikap eksklusivisme sebagian umat Islam. hampir sama dengan sikap Khawarij namun sikap eksklusif yang menjangkiti sebagian umat Islam tidak sampai memerangi kelompok yang dianggap berbeda. Mereka mengagung-agungkan Islam/kelompoknya dengan merendahkan agama lain/kelompok lainnya namun masih dalam batas pemikiran tidak melakukan tindakan kekerasan, namun jika tidak dikontrol maka sikap seperti ini bisa berubah menjadi tindakan intoleran. Keempat adalah politisasi antara Sunni dengan Shia yang masih berlanjut sampai saat ini. Dalam konferensi Islam Internasional di Amman, Yordania pada tanggal 4-6 Juli 2005, sudah disepakati bahwa Mazhab Shia (Ja’fari & Zaidi) adalah bagian Islam namun tetap saja pada akar rumput umat Islam, masih terprovokasi politisasi bahwa Shia bukan Islam sehingga memperuncing konflik antar sesama Muslim. Umat Islam tidak bisa bersatu dalam menghadapi ancaman dari luar akibat perbedaan Sunni dengan Shia yang selalu ditonjolkan. Kelima lebih pada faktor eksternal yaitu pemberitaan media Barat yang tidak seimbang dalam menginformasikan segala hal mengenai Islam. hal ini mengundang sikap defensif dari berbagai kalangan umat Islam bahkan kelompok Islam yang inklusif sekalipun akan merasa tidak nyaman dengan pemberitaan sebagian media Barat yang selalu mendiskreditkan segala hal tentang Islam.

Mengapa konflik-konflik tersebut seringkali mengarah kepada keterlibatan tindak terorisme? Dalam konflik yang terjadi di negara Islam, seringkali menggunakan metode Terorisme. Salah satu konsep dalam Islam yang selalu diidentikkan dengan terorisme adalah konsep Jihad. Sebuah konsep mulia dalam ajaran Islam yang disalahartikan oleh sebagian kecil kelompok radikal Islam. Jihad pada hakekatnya adalah “berjuang atau berusaha keras” namun direduksi maknanya oleh sebagian kelompok menjadi sebuah tindakan kekerasan dalam makna fisik atas nama “membela Islam”. konsep Jihad ini yang kemudian dikonversi menjadi tindakan terorisme oleh sebagian kecil kelompok Islam. alih-alih tindak terorisme tersebut membela Islam bahkan sebaliknya menjadikan nama Islam tercoreng sebagai agama yang dianggap melegalkan kekerasan. Sebagian dari umat Islam lainnya berusaha mendemonstrasikan ke dunia Global bahwa terorisme bukan bagian dari Islam bahkan Islam sama sekali melarang tindakan terorisme namun umat Islam juga harus mengakui bahwa sejak peristiwa 11 September 2011, sebagian besar tindakan teror didalangi oleh kelompok yang beragama Islam sehingga umat Islam harus lebih mengevaluasi ke dalam internal dibandingkan selalu berupaya keras mendemonstrasikan secara verbal ke dunia Global bahwa Islam bukan agama Teroris. Ada proses yang tidak berkelanjutan dalam tubuh Islam sehingga beberapa konsep mulia seperti Jihad, disalahartikan oleh sebagian kelompok atau mungkin digunakan sebagai tameng oleh mereka untuk mencapai tujuan kelompoknya.

Apa upaya OIC merespon konflik-konflik itu, dan langkahnya dalam mempromosikan perdamaian dan kehidupan dunia yang lebih harmonis?  Salah satu upaya OIC dalam mempromosikan perdamaian dan kehidupan yang lebih harmonis adalah dengan membentuk sebuah badan independen dalam organisasi OIC yang dikenal dengan nama Independent Permanent Human Rights Commission (IPHRC). Badan independen tersebut berfungsi untuk mempromosikan hak-hak sipil, politik, sosial dan ekonomi bagi seluruh negara anggota OIC yang disepakati sesuai dengan nilai-nilai dalam Islam. namun badan ini masih terbatas fungsinya hanya sebatas konsultatif seperti yang tercantum dalam statuta piagam OIC.
Langkah-langkah yang sebaiknya ditempuh oleh OIC dalam mempromosikan perdamaian yang lebih harmonis adalah mencoba untuk membuka ruang dialog antar agama, mempererat hubungan kerjasama dengan organisasi lain di dunia seperti PBB dan Uni Eropa sebagai representasi organisasi di dunia barat yang selalu vis a vis dengan dunia Islam. OIC juga harus mampu membuka diri untuk bekerjasama dengan media yang selama ini memberitakan dunia Islam dari sisi negatif. Jika ruang dialog dibuka selebar-lebarnya maka diharapkan pihak-pihak yang selama ini mendiskreditkan Islam, bisa memahami dunia Islam dari sisi positifnya.

Perbaikan seperti apa yang perlu dilakukan oleh OIC dalam upaya penyelesaian konflik dan mempromosikan perdamaian dunia? OIC diharapkan mampu menjadi organisasi di negara Islam untuk menyelesaikan berbagai macam konflik yang selama ini melanda negara Islam namun sebelum melangkah lebih jauh dalam proses penanganan konflik, maka OIC sebagai organisasi kerjasama Islam harus mampu menjadi wadah yang netral bagi semua negara anggota. OIC harus menegaskan dirinya sebagai organisasi yang berdiri secara netral dan tidak memihak terhadap negara yang sedang berkonflik. Upaya lain yang harus ditempuh adalah melalui proses musyawarah dalam mencapai sebuah solusi atas konflik yang sedang terjadi. 

Dalam proses mempromosikan perdamaian dunia, maka terlebih dulu OIC harus menjawab tantangan di dunia Islam itu sendiri seperti isu terorisme, Islamphobia, sampai pada kekerasan hak asasi manusia yang sering terjadi di negara Islam. jika isu-isu tersebut masih sering terjadi di dunia Islam itu sendiri, maka OIC akan mengalami kesulitan dalam mempromosikan perdamaian dunia karena negara-negara lain tidak akan mempercayai OIC sebagai sebuah organisasi yang mengusung perdamaian dunia jika di dalam tubuh negara-negara anggotanya masih sering terjadi hal-hal yang kontraproduktif dengan isu perdamaian dunia. Satu hal yang sangat urgent dalam proses OIC menjadi organisasi yang diakui oleh dunia adalah sampai dimana kemampuan mereka memediasi kepentingan Palestina. Sepanjang masalah Palestina masih terus berlanjut tanpa solusi yang jelas maka selama itu pula, OIC akan dianggap sebagai organisasi yang gagal karena tidak bisa dipungkiri bahwa awal berdirinya OIC adalah membela kepentingan Palestina.

Negara-negara Islam yang tergabung dalam OIC mengadopsi The Cairo Declaration of Human Rights in Islam pada bulan Juli 1990. Apa alasan yang melatarbelakangi dilakukannya deklarasi tersebut? 

Pada dasarnya The Cairo Declaration of Human Rights in Islam (CDHRI) merupakan sebuah konsepsi tentang hak asasi manusia yang berlandaskan nilai-nilai Islam dan menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar perumusan deklarasi tersebut. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan deklarasi HAM PBB 1948 yang berlandaskan pada kemanusiaan tanpa memasukkan nilai-nilai Islam. Dari isi Deklarasi Kairo tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa isi deklarasi tersebut sangat jelas ditujukan kepada penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang bernafaskan nilai-nilai Islam sehingga ketika timbul masalah HAM diantara para negara anggota OIC yang notabene adalah negara dengan mayoritas penduduk Islam, maka dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, OIC akan memediasi dengan berdasarkan pada CDHRI.

Selain itu, Deklarasi Kairo tentang HAM (CDHRI) juga sebagai pelengkap/komplemen. dimana terdapat beberapa pernyataan dalam CDHRI yang melengkapi isi the Universal Declaration of Human Rights sebagai dasar pijakan OIC dalam menerapkan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Secara sederhananya bahwa kenapa OIC merasa perlu mengadopsi CDHRI sedangkan sudah ada Deklarasi HAM PBB 1948 maka bisa disimplifikasi bahwa jika terjadi permasalahan HAM antara sesama anggota OIC maka referensinya adalah Deklarasi Kairo karena lebih spesifik terkait HAM dalam konteks Islam namun jika timbul masalah HAM antar negara anggota OIC dengan negara yang bukan anggota maka Deklarasi HAM PBB 1948 yang dijadikan rujukan atau referensi dalam menyelesaikan masalah HAM tersebut.

Selain sebagai sebuah pelengkap namun Deklarasi Kairo juga menyisakan perdebatan panjang yang belum menemui titik terang antar anggota OKI yaitu pada pasal 24 dan pasal 25. Pasal 24 menyatakan bahwa “ semua hak dan kebebasan yang diatur dalam deklarasi ini tunduk pada Syariat Islam”sedangkan pasal 25 menetapkan bahwa “Syariat Islam sebagai referensi tunggal dalam hal penjelasan dan klarifikasi atas semua poin dalam deklarasi Kairo.” Perdebatan lainnya adalah pembatasan kebebasan dalam beragama melalui pelarangan keluar/murtad dari Islam, pembatasan berekspresi yang harus sesuai dengan yang ditentukan Syariat Islam, isi Deklarasi ini juga menambahkan bahwa dalam proses rekonsiliasi antara Islam dan HAM internasional maka dua hak khusus untuk Islam adalah hak untuk tetap harus menjadi Muslim dan larangan Riba.

Mengapa OIC perlu membuat Deklarasi HAM dan instrumen sendiri terkait perlindungan HAM? OIC membuat deklarasi HAM dan instrumen tersendiri terkait perlindungan HAM adalah sebagai manifestasi bahwa terdapat perbedaan mencolok terkait konsep HAM menurut Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang disepakati oleh PBB dengan konsep HAM dalam pemahaman ajaran Islam. deklarasi Kairo sebagai Deklarasi HAM tersendiri bagi negara-negara OIC menjadi dasar pijakan dalam menyelesaikan permasalahan HAM dalam dunia Islam. sedangkan instrumen tersendiri dibentuk sebagai alat untuk mempromosikan HAM di negara-negara anggota OIC. Tingginya pelanggaran HAM di negara-negara Islam menjadi perhatian serius bagi OIC bagaimana menegakkan Hak Asasi Manusia di dalam dunia Islam yang selama ini diberitakan oleh dunia Barat sebagai negara dengan memiliki sejarah panjang pelanggaran HAM.

Dalam piagam OIC Pasal 1-15 sangat jelas menyatakan bahwa negara anggota OIC diharuskan untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia dan kebebasan utama termasuk hak-hak perempuan , anak-anak, pemuda, orang tua dan orang yang berkebutuhan khusus. Kemudian pasal 1-16 menjelaskan bahwa OIC melindungi hak, martabat, dan identitas agama dan budaya Islam dan kelompok minoritas di negara non anggota. 

Dari isi piagam tersebut, dapat disimpulkan bahwa deklarasi HAM bagi OIC sangat dibutuhkan sebagai pengejewantahan defenisi konsep HAM dalam negara Islam dan sebagai dasar dalam penegakan HAM bagi negara-negara anggota OIC. 

Bagaimana dampak adanya IPHRC, sebagai komisi HAM independen yang didirikan oleh OIC, terhadap promosi HAM di negara-negara anggota OIC?  IPHRC yang sudah terbentuk selama 9 (Sembilan) tahun, belum berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan HAM di negara anggota OIC karena beberapa hal. Salah satu hal yang membuat IPHRC tidak berkembang dengan baik karena mandat dari statuta yang diamanatkan kepada IPHRC sangat minim yaitu hanya sebatas mempromosikan HAM kepada negara anggota OIC, tidak ada kewenangan dalam fungsi perlindungan ataupun pengawasan sehingga meskipun IPHRC dideklarasikan sebagai komisi independen dalam organisasi OIC namun kerja-kerjanya hanya melakukan promosi atau pengenalan tentang HAM. Dari hal tersebut juga, bisa dimaklumi jika sepak terjang IPHRC dalam kasus-kasus pelanggaran HAM yang menimpa negara anggota OIC, tidak terlalu signifikan. Contohnya pada keterlibatan IPHRC dalam kasus Libya, IPHRC hanya sebatas memberikan bantuan terhadap para pengungsi yang melarikan diri dari konflik di Libya tanpa mampu berbuat lebih jauh lagi. Pada akhirnya, komisi IPHRC akan bergerak dalam menjalankan fungsinya hanya sebatas mengingatkan atau mengeluarkan himbauan sehingga tidak mengherankan jika komisi independen ini belum mempunyai pengaruh yang signifikan baik dalam internal anggota OIC maupun di dunia internasional. Selain hal tersebut di atas, peran IPHRC dalam perkembangan HAM di negara anggota OIC belum maksimal karena belum adanya kesepakatan yang jelas terkait batasan fungsi dari IPHRC itu sendiri. menurut mantan ketua IPHRC 2012-2016, Siti Ruhaini Dzuhayatin bahwa beberapa negara anggota OIC yang konservatif masih ragu menjadikan IPHRC sebagai salah satu instrumen dalam menegakkan masalah HAM diantara negara anggota OIC sehingga IPHRC hanya sebatas menjelaskan konten HAM global terhadap negara anggota OKI dan sebatas instrumen promosi HAM 

Bagaimana posisi negara-negara OIC dalam diplomasi HAM di kancah internasional? Sebagai organisasi antar-negara terbesar kedua di dunia setelah Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), menjadikan OIC mempunyai peran yang sangat signifikan dalam proses diplomasi mengenai HAM di dunia internasional, salah satunya adalah kelompok negara OIC sangat berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan pada badan HAM di PBB dimana negara-negara OIC secara konsisten menolak resolusi yang terlalu spesifik pada Dewan HAM PBB karena negara OIC menganggap resolusi tersebut mempunyai sebuah tujuan terselubung dari negara-negara barat untuk menjustifikasi tujuan mereka dalam hal melakukan intervensi terhadap sebuah negara dengan dalih HAM. Negara-negara OIC menganggap bahwa hal semacam itu melanggar kedaulatan nasional suatu negara dan resolusi yang spesifik terhadap sebuah negara juga melampaui mandat dari Dewan HAM PBB. 

Apa yang dapat Anda sampaikan sebagai kritik perbaikan terhadap OIC dalam diplomasi HAM global? Menurut pendapat saya mengenai perbaikan OIC dalam diplomasi HAM global adalah langkah awal yang harus ditempuh sebelum melangkah lebih jauh dalam diplomasi HAM Global adalah negara-negara anggota OIC harus satu suara dalam memaknai HAM itu sendiri. Negara-negara yang tergabung dalam organisasi ini mempunyai posisi daya tawar yang sangat kuat di mata internasional namun demikian, permasalahan dasar di Organisasi ini adalah masih terjadi perdebatan panjang dalam tataran ontologi bahwa esensi dari HAM menurut semua negara anggota OIC belum seragam sehingga tafsir terhadap isi Deklarasi Kairo yang diadopsi sebagai salah satu pedoman organisasi masih menjadi perdebatan. OIC yang juga sangat identik dengan negara-negara Timur tengah mendapat tantangan yang cukup berat karena konflik yang terjadi di Timur tengah seakan tidak pernah berhenti. Jika dalam internal saja negara anggota masih berkonflik dan tingkat pelanggaran HAM yang masih tinggi, maka OIC tidak bisa berbicara banyak di panggung internasional. Saya tidak sedang berpretensi untuk mendorong OIC mengadopsi full konsep HAM menurut Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yang diadopsi oleh majelis umum PBB pada 10 Desember 1948, namun setidaknya bahwa kesepakatan konsep HAM di antara negara OIC akan menguatkan posisi daya tawar mereka ketika berbicara lebih jauh di kancah diplomasi HAM Global. Perdebatan panjang diantara sesama anggota masih terjadi pada ranah HAM sesuai konsep Islam yang murni misalnya tentang Perempuan dan perkawinan.

21 6 20

No comments:

Post a Comment

Revolusi Harapan

Erich Fromm menulis buku ini dengan intensi untuk menemukan solusi atas keadaan Amerika Serikat sekitar tahun 1968.  Solusi yang dia maksudk...